Penamaan
Formasi Bojonglopang pertama-tama ditulis oleh Duyfjes (1939) dengan nama “Rif Kalk Facies”. Soekamto (1975) menamakan sebagai Anggota Bojonglopang dari Formasi Cimandiri. Nama Bojonglopang diambil dari kota kecamatan di selatan Sukabumi. Satuan ini dijadikan Formasi, karena sifat litologinya yang khas (gamping) berbeda dengan sekitarnya, serta mempunyai penyebaran cukup luas meliputi daerah panjang 45 km. Lebih dari itu secara regional kedudukan satuan ini adalah hanya menduduki tepi barat dari tinggian Jampang, yang menghadap ke Lembah Cimandiri.

Penyebaran dan Ketebalan
Formasi Bojonglopang hanya tersingkap dan tersebar sepanjang gawir timur S. Cimandiri, memanjang dari Cigalokbak di selatan Sukabumi sampai muara Cimandiri di Pelabuhan Ratu, meliputi panjang 45 km, dengan lebar
maksimum di daerah Bojonglopang 6 km. Ketebalan formasi ini berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Di daerah Bojonglopang ketebalan secara pasti sulit ditafsirkan karena sifat dasarnya yang tidak selaras. Dari
penampang geologi ketebalan maksimal di daerah Bojonglopang adalah 400 m (Soekamto, 1975). Di hilir Cimandiri didapat ketebalan batuan ini adalah >700 m (Ilyas, 1974).

Lokasitipe dan Stratotipe
Lokasitipe Formasi Bojonglopang adalah kota kecamatan Bojonglopang. Kota ini berkoordinat 106° 48’ B.T. dan 7° 3’ L.S. Stratotipe dari Formasi Bojonglopang diusulkan di sepanjang jalan dan mulai dekat Cimandiri di utara, sampai kota kecamatan Bojonglopang sendiri. Beberapa singkapan lain yang cukup baik adalah di S. Cigadog dan di Cijarian. Semuanya adalah anak Sungai Cimandiri.

Hipostratotipe Fm. Bojonglopang di Sungai Cijarian.

Ungkapan Morfologi
Sebagaimana singkapan batugamping, demikian pula Formasi Bojonglopang ini umumnya membentuk morfologi yang lebih tinggi dari batuan sekitarnya.
Ciri Litologi
Di daerah lokasitipenya, Formasi Bojonglopang membentuk perbukitan gamping, dimana batas terbawahnya ditemukan di kota Bojonglopang sendiri. Disini formasi ini dimulai dengan lapisan napal tufaan berlapis baik, tipis
(10 cm), yang banyak mengandung fosil foraminifera besar, foraminifera kecil, dan juga mollusca. Tempat lain yang menunjukkan dasar dari formasi ini adalah di Cibojong juga dekat kota Bojonglopang. Batuan di Bojonglopang ini banyak mengandung kwarsa (25%) dan gelas tufa, serta lempung (15%), dan selebihnya adalah fragmen fosil. Kadar CaC03 adalah antara 60 – 85%. Ketebalan dari napal tufa ini adalah 55 m.  Diatasnya setebal maksimal 10 m didapatkan batugamping berlapis, yang hampir semuanya berasal rombakan koral dari jenis Acropora sp. Fosil-fosil ini adalah merupakan thanatoconoese, dimana fragmen Acropora ini terletak horizontal sesuai dengan bidang perlapisan. Kebanyakan sudah tersemen kuat. Di atas rombakan koral ini didapat batugamping masif, kaya akan berbagai macam fosil terutama koral dan algae. Dari cirinya dapat dinamakan boundstone. Ketebalan dari boundstone ini dari 12 m sampai 35 m. Keadaan ini berulang terus di sepanjang jalan Cimandiri ke Bojonglopang. Dari pemeriksaan di sepanjang jalan tidak kurang 12 ulangan dari urutan tersebut diatas. Perulangan dari urutan tersebut belum dapat dianggap sebagai ketebalan total, mengingat letak dari formasi ini tidak selaras diatas Formasi Jampang. Di daerah selatan di S. Cijarian, Ilyas (1974) menyelidiki dengan teliti penampang Formasi Bojonglopang yang tersingkap di daerah ini. Bagian terbawah dari penampang di Cijarian merupakan gamping jenis “boundstone”,
berwarna kuning, coklat, setebal 46,5 m terdiri dari koral dan ganggang, rongga terisi mikrit, kadang-kadang mollusca kecil. Kadar karbonat 94,5 – 99,5% dengan residu berupa lempung. Diatasnya, setebal 7,5 m didapatkan gamping jenis “wackestone” berwarna coklat muda, berlapis baik, terdiri terutama dari fragmen koral, mollusca dan foraminifera besar. Fragmen berukuran pasir halus hingga kasar, terpilah buruk hingga sedang. Cangkang foraminifera dalam keadaan utuh, cangkang mollusca pecah-pecah dan agak terkikis. Kadar karbonat 96 – 98,5% dengan residu berupa lempung. Pada sayatan pipih gamping ini memperlihatkan tekstur klastik terdiri dari fragmen fragmenfragmenkoral, ganggang, cangkang mollusca, halus hingga kasar, terpilah buruk, fragmen
tersebar merata dalam masadasar mikrit. Butir kwarsa berukuran halus hingga sedang. Mikrit sebagian telah berubah menjadi mikrospar. Porositas termasuk jenis “porositas gerowong”. Di atas gamping jenis wackestone ini didapatkan kembali gamping jenis “boundstone” yang masif, berwarna coklat setebal 2,10 m, terdiri dari ganggang dan koral yang tumbuh bersama, dengan rongga-rongga diantaranya terisi oleh fragmen-fragmen mollusca, foraminifera dan mikrit. Kadar karbonat 89 – 89,5% dengan lempung sebagai residu yang utama. Pada sayatan pipih gamping ini memperlihatkan kerangka pertumbuhan koral dan ganggang, dengan fragmen mollusca, foraminifera
dan mikrit. Sebagian besar dari mikrit telah berubah menjadi mikrospar. Terdapat butir kwarsa berukuran halus hingga sangat halus. Lebih keatas didapatkan gamping jenis “wackestone” berwarna abu-abu hingga abu-abu muda dan coklat muda, setebal 23,5 m. Gamping ini terdiri dari fragmen berupa cangkang mollusca dan foraminifera, fragmen ganggang dan koral. Butir berukuran halus hingga kasar. Cangkang pada umumnya dalam keadaan
utuh. Kadar karbonat 87,5 – 98,5% dengan lempung sebagai residu utama. Pengamatan pada sayatan pipih memperlihatkan tekstur klastik dengan butir terdiri dari mollusca, foraminifera, ganggang, koral, berukuran halus hingga kasar, berbentuk menyudut tanggung hingga bersudut, terpilah buruk hingga sedang, tersebar merata dalam masadasar mikrit. Di atas gamping jenis “wackestone” ini didapatkan gamping jenis “mudstone”, berwarna abu-abu muda hingga abu-abu setebal 17,5 m, berlapis baik. Gamping ini terdiri dari cangkang mollusca yang mengambang dalam masadasar mikrit. Kadar karbonat antara 97 – 99% dengan residu berupa lempung dan sedikit kwarsa. Pada sayatan pipih gamping ini memperlihatkan tekstur klastik, terdiri dari butiran berasal dari cangkang mollusca, sedikit kwarsa, berukuran halus, mengambang dalam masadasar mikrit. Banyaknya butir hampir mendekati 10%,
hingga dapat disebut sebagai gamping jenis “wackestone”. Diatasnya, didapatkan gamping jenis “wackestone”, berwarna abu-abu tua, setebal kira-kira 30 m. Pada bagian bawah gamping ini terdiri dari fragmen ganggang, koral dan cangkang mollusca serta foraminifera. Cangkang pada umumnya dalam keadaan utuh. Kadar karbonat sebesar 95 – 99% dengan lempung sebagai residu. Pada sayatan pipih gamping ini memperlihatkan tekstur klastik, dengan butir berupa foraminifera, mollusca, ganggang berukuran pasir halus hingga kasar, terpilah buruk, butir mengambang dalam masadasar mikrit. Cangkang masih dalam keadaan utuh dan kelihatan mengalami rekristalisasi. Butir-butir tersebar merata, juga terdapat sedikit kwarsa berukuran halus serta glauconit dan fragmen batubara porositas termasuk jenis “gerowong”. Bagian teratas terdiri dari fragmen-fragmen ganggang koral, dan cangkang mollusca. Cangkang foraminifera sedikit sekali, dengan kadar karbonat sebesar 50 – 62%. Residu berupa kwarsa berukuran halus hingga sangat halus, sebanyak 30 – 40%, glauconit sebanyak 5 – 10% dan lempung sebanyak
7 – 10%. Kadang-kadang didapatkan sedikit gelas dan batubara. Pada sayatan pipih terlihat adanya tekstur klastik, butir terdiri dari mollusca, ganggang dan foraminifera, berukuran halus hingga sedang, terpilah dengan baik hingga sedang. Sebagian dari butir kadang-kadang saling mendukung satu sama lainnya (grain supported) sehingga sebagian dari gamping ini lebih cenderung termasuk gamping jenis “packstone”. Masadasar mikrit telah berubah mikrit telah berubah menjadi mikrospar. Butir-butir glauconit berukuran halus hingga kasar sangat banyak terdapat. Juga terdapat butir kwarsa, felspar dan sedikit batubara, cangkang sebagian utuh. Butir-butir pada umumnya tersebar secara merata. Porositas termasuk jenis “vug” dan antar butir. Satuan di atasnya, setebal 11 m adalah gamping jenis “boundstone” berwarna abu-abu muda hingga coklat muda. Gamping ini terdiri dari pertumbuhan ganggang dan koral, serta fragmen mollusca dan mikrit sebagai pengisi rongga. Kadar karbonat sangat tinggi sebesar 94,5 – 99,5% dengan lempung sebagai residu utama.

Di atas gamping jenis “boundstone” tadi, didapatkan gamping jenis “wackestone” setebal 45 m, berwarna abu-abu hingga coklat muda ini terdiri dari cangkang mollusca, fragmen ganggang dan koral, berukuran halus hingga kasar.
Kadar karbonat 89 – 99,5%, pada beberapa bagian sebesar 61,5%, dengan residu berupa lempung dan kwarsa.
Pada bagian dengan kadar karbonat rendah didapatkan residu berupa kwarsa berukuran pasir halus, menyudut tanggung. Kadar kwarsa sekitar 20 – 25% dan lempung sebanyak 5 – 10%.

Pada bagian atas didapatkan batupasir gampingan setebal 7,5 m. Batupasir ini berwarna abu-abu tua agak kehijauan, dan banyak mengandung mollusca dan glauconit. Dari ciri litologi dan kedudukan stratigrafinya, batupasir gampingan ini dapat kita sebut sebagai dasar atau bagian lidah Formasi Cimandiri di daerah ini.
Di daerah Bihbul, lebih lanjut Ilyas (1974) memerikan bahwa bagian terbawah “boundstone” berwarna coklat muda, setebal kira-kira 54,5 m. Gamping ini tidak berlapis yang terbentuk oleh pertumbuhan bersama ganggang dan koral, dengan pengisi rongga terdiri dari fragmen mollusca dan mikrit. Kadar karbonat sebesar 97,5 – 99,5% dengan lempung sebagai residu. Pada sayatan pipih terlihat adanya kerangka ganggang, dengan mollusca dan mikrit sebagai
pengisi rongga. Sebagian dari mikrit telah berubah menjadi mikrospar. Porositas termasuk jenis “growth framework” dan “vug”.

Pada jenis tengah didapatkan gamping jenis “wackestone” sebagai sisipan. Gamping ini coklat muda, terdiri dari fragmen ganggang, koral berukuran pasir halus hingga sangat kasar, terpilah buruk, ketebalan gamping ini adalah
10,5 m. Di atas gamping jenis “boundstone” didapatkan gamping jenis “wackestone” berwarna coklat muda, setebal 19 m, dengan gamping jenis “boundstone” setebal 6 m sebagai sisipan. Umumnya berlapis baik. Gamping jenis “wackestone” ini, bagian bawahnya berupa gamping yang terdiri dari fragmen-fragmen ganggang dan koral berukuran halus hingga sangat kasar, terpilah buruk, mengambang dalam masadasar mikrit. Bagian atasnya terdiri dari fragmen ganggang dan sedikit foraminifera besar. Kadar karbonat sebesar 99,5% dengan lempung sebagai residu. Pada sayatan pipih gamping ini memperlihatkan tekstur klastik, dengan butir-butir berupa ganggang, foraminifera dan mollusca yang mengambang dalam mikrit. Cangkang pada umumnya telah terpecah-pecah, dan tersebar secara tidak merata. Porositas terutama berupa “vug”. Gamping jenis “boundstone” yang merupakan
sisipan, terdiri dari pertumbuhan bersama ganggang dan koral, dengan pengisi rongga berupa mikrit, terlihat adanya gejala rekristalisasi. Kadar karbonat 99,5% dengan lempung sebagai residu. Selanjutnya, diatas dari gamping jenis “wackestone” didapatkan gamping jenis “boundstone” berwarna coklat muda setebal 12 m. Gamping ini terdiri dari ganggang dan koral yang tumbuh bersama, dengan pengisi rongga berupa fragmen mollusca, sedikit foraminifera dan mikrit. Kadar karbonat sebesar 99,5% dan lempung sebagai residu. Di atasnya lagi didapatkan gamping jenis “wackestone” berlapis, berwarna abu-abu hingga coklat muda setebal 29 m. Gamping ini terdiri dari fragmen-fragmen ganggang, koral, foraminifera dan mollusca berukuran halus hingga sangat kasar, terpilah buruk Cangkang pada umumnya telah pecah-pecah. Kadar karbonat sebesar 99% dengan residu berupa lempung serta kwarsa berukuran lanau kasar. Diatas gamping jenis “wackestone” ini didapatkan batupasir coklat muda, setebal 15 m. Pada bagian bawah dan tengah merupakan batupasir yang terdiri dari kwarsa berbutir halus hingga kasar, berbentuk menyudut tanggung, terpilah sedang dan banyak mengandung gelas. Kadang-kadang batupasir ini konglomeratan, serta terdapat pula sisipan konglomerat. Perubahan fasies dengan Formasi Cimandiri terlihat dari gamping, menjadi batupasir gamgampingan, dan pada akhirnya menjadi batupasir.

Ciri Batas
Formasi Bojonglopang terletak tidak selaras diatas Formasi Jampang. Batas ini jelas terlihat di sungai kecil di selatan kota Bojonglopang. Ketidak selarasan ini nampaknya bersudut. Batas atas Formasi Bojonglopang, tidak
pernah ditemukan, mengingat satuan ini adalah yang termuda di Pegunungan Selatan Jawa Barat. Ciri lateral Formasi Bojonglopang adalah perubahan fasies yang berangsur ke Formasi Cimandiri. Di beberapa tempat hubungannya menjari (Ilyas, 1974).

Kandungan Fosil dan Umur
Fosil pada Formasi Bojonglopang, macamnya berubah-ubah dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada batugamping berlapis, fosil pembentuk utama adalah fragmen koral Acropora, dengan beberapa pelecypoda dan gastropoda, beberapa jenis ganggang yang terdapat merekatkan fragmen-fragmen koral. Penelitian terhadap napal berupa sisipan dari satuan ini menunjukkan :

Globorotalia siakensis
Globigerinoides subquadratus
Globigerinoides sacculifer
Globigerinoides obliqus
Globigerina venezuelana
Orbulina universa
Sphaeroidinellopsis subdehiscens

yang menunjukkan umur N13 – N14 (Miosen Tengah bagian atas). Pada beberapa contoh di S. Cilandak didapatkan
fosil yang sama dengan lokasi diatas, dengan tambahan fosil sbb. :

Globigerinoides trilobus
Globorotalia continuosa
Sphaeroidinellopsis subdehiscens

yang juga masih menunjukkan umur N13 – N14. Pada lokasi napal di sisi utara kota Bojonglopang, yang merupakan bagian bawah dari Formasi Bojonglopang, mengandung fosil-fosil sbb. :

Globorotalia peripheroronda
Globorotalia mayeri
Orbulina universa
Globigerinoides subquadratus
Globorotalia fohsi forma typica

yang menunjukkan umur N12 – N13. Penelitian terhadap batugamping menunjukkan beberapa genus foram besar :

Lepidocyclina ferreroi
Lepidocyclina angulosa
Myogypsina indonesiensis
Cycloclypeus martini
Operculinella sp
Cistellaria sp

Myogypsina indonesiensis menurut Karmini (M. Karmini, Komunikasi lisan) mempunyai umur sampai N12. Dari kumpulan fosil tersebut diatas kita dapat simpulkan bahwa umur Formasi Bojonglopang adalah N12 – N14 (Miosen Tengah bagian atas).

Kedudukan Stratigrafi
Formasi Bojonglopang menempati daerah tepian Pegunungan Selatan sepanjang 45 km. Kearah utara, ke Cekungan Bogor Formasi Bojonglopang ini berubah fasies menjadi pasirnapal, dengan sisipan gamping fragmental dari
Formasi Cimandiri yang berstruktur satuangenesa dari pola gosong pasir lepas pantai. Dari penyebaran ini dapat disimpulkan bahwa Formasi Bojonglopang merupakan terumbu yang tumbuh pada tepi tenggara Cekungan
Bogor, membatasi cekungan ini dengan daratan Bayah pada waktu itu.

Lingkungan Pengendapan
Sebagaimana umumnya gamping, khususnya terumbu, lingkungan pengendapan Formasi Bojonglopang adalah laut dangkal, daerah tembus cahaya dan bersih. Dari macam batuan pembentuk serta hubungannya dengan Formasi Cimandiri dapat disimpulkan Formasi Bojonglopang merupakan terumbu dengan bagian laut mengarah ke barat
(N12 – N14).

Referensi:

Martodjojo, S., 2003, Evolusi Cekungan Bogor, Penerbit ITB, Bandung.