Pulau Jawa berbeda dengan Sumatra dari segi stratigrafi, karena adanya cekungan di tengah pulau ini yang umumnya terisi endapan aliran gravitasi. Cekungan ini di Jawa Barat dinamakan sebagai Cekungan Bogor. Dari letak tektoniknya, Cekungan Bogor sebenarnya dapat diikuti menerus ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nama lain, seperti Cekungan Serayu dll., lebih bersifat geografi daripada geologi. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur cekungan yang sejenis kebanyakan tertutup oleh endapan Gunungapi Kwarter, sedangkan di Jawa Barat seluruh batuan tersingkap dengan baik. Oleh karena itu mempelajari Cekungan Bogor dianggap sebagai parameter terpenting dalam evolusi geologi Pulau Jawa.

Jawa Barat dibagi menjadi tiga mandala pengendapan, yakni : Mandala Paparan Kontinen di utara, Mandala Banten di barat dan Mandala Cekungan Bogor di selatan dan timur.

Mandala Paparan Kontinen di utara mempunyai batuan dasar berupa batuan metamorf, berumur Jura – Kapur dan batuan granit berumur Kapur – Eosen Awal. Agak lebih ke selatan ditemukan Formasi Jatibarang terdiri dari batuan volkanik yang hampir seumur dengan granit di utaranya. Tidak selaras di atas Formasi Jatibarang dan batuan dasar terdapat endapan laut dangkal dari umur Miosen Awal sampai Resen dengan tebal hampir 4000 m, umumnya terdiri dari lempung, pasir, dan gamping.

Mandala Banten terdiri dari tiga sistem pengendapan. Bagian terbawah dicirikan oleh endapan darat sampai laut dangkal, tebal 800 m, diikuti oleh breksi dan tufa, yang mekanisme pengendapannya berupa aliran gravitasi, tebal 1500 m. Sistem ke tiga berupa endapan laut dangkal, tebal 1000 m yang berumur Miosen Tengah.

Mandala Cekungan Bogor didasari oleh melange yang ditutupi endapan laut dalam berupa endapan lereng bawah terdiri dari lempung dan pasir kwarsa dengan sisipan breksi, kaya fragmen batuan metamorf dan beku ultrabasa, termasuk pada Formasi Ciletuh, tebal 1400 m. Endapan terbawah Cekungan Bogor dimulai oleh Formasi Bayah, terdiri dari pasir kwarsa dan lempung dengan sisipan batubara (tebal maksimal 80 cm), berumur Eosen Tengah sampai Akhir dengan lingkungan pengendapan darat sampai laut dangkal. Satuan ini ditutupi secara tidak selaras oleh endapan laut dangkal, Formasi Batuasih tebal 150 m yang terdiri dari lempung dan Formasi Rajamandala yang
terdiri dari gamping, tebal 90 m, umur Oligo-Miosen. Di atas endapan ini berupa endapan aliran gravitasi, dimulai oleh Formasi Jampang terdiri dari breksi dan tufa, tebal 1000 m, umur Miosen Awal. Nama Andesit Tua sering diberikan untuk satuan ini. Di daerah utaranya seumur dengan Formasi Jampang adalah Formasi Citarum, terdiri dari tufa dan greywacke tebal 1250 m. Kedua satuan ini merupakan satu sistem kipas laut dalam, dimana Formasi Jampang adalah bagian dalam dan Formasi Citarum merupakan bagian kipas luar. Di atas Formasi Citarum diendapkan Formasi Saguling (nama baru) terdiri dari breksi, tebal lebih dari 1500 m, umur Miosen Tengah. Diatasnya ditutupi oleh Formasi Bantargadung (nama baru), terdiri dari lempung dan greywacke berumur Miosen Tengah bagian akhir, tebal 600 m. Endapan termuda di Cekungan Bogor berupa breksi, berumur Miosen Akhir termasuk Formasi Cigadung (nama baru) di bagian Lembah Cimandiri dan Formasi Cantayan di bagian utara cekungan.

Pengisian Cekungan Bogor, pada waktu pengendapan Formasi Bayah dan kemungkinan pula Batuasih, umumnya berasal dari utara, sedangkan pada waktu pengendapan Formasi Jampang berasal dari selatan. Pengisian selanjutnya berupa sistem kipas laut dalam yang tumbuh maju (accreting) dari selatan ke utara sejak Awal Miosen sampai Miosen Akhir.

Ditinjau dari waktu terjadinya, di Jawa Barat ada tiga jalur batuan beku yang diperkirakan sebagai busur magmatik. Jalur tertua berumur Kapur – Eosen Awal adalah granit dan Formasi Jatibarang yang berarah Meratus. Jalur kedua terletak di selatan Jawa, berumur Oligo-Miosen, berarah baratlaut – tenggara, atau berarah Sumatra. Busur ke tiga adalah deretan gunungapi Resen yang menempati poros Pulau Jawa.

Struktur geologi Jawa Barat terdiri dari tiga arah, yakni Arah Meratus, Arah Sumatra dan Arah Utara-Selatan. Sesar-sesar tertua berarah Meratus, kemudian disusul oleh sesar-sesar Arah Sumatra. Sesar Arah Utara-Selatan hanya ditemukan di daerah Paparan Utara dan dianggap tidak mempunyai hubungan langsung dengan evolusi Cekungan Bogor.

Cekungan Bogor ini berubah statusnya dari waktu ke waktu. Pada Kala Eosen Tengah, Cekungan Bogor merupakan Cekungan Depan Busur. Perkembangan Cekungan Bogor paling jelas adalah mulai Kala Oligo-Miosen, cekungan berupa laut dangkal. Pada Kala Awal Miosen cekungan merupakan Cekungan Belakang Busur dan batasnya melebar ke selatan. Pada Kala Pliosen Akhir, Cekungan Bogor sudah berupa daratan yang ditempati oleh jalur magmatik, dan merupakan akhir dari cekungan ini.
Macam gerak tektonik yang bekerja di Cekungan Bogor berbeda-beda sesuai dengan status cekungan. Pada Eosen Tengah sampai Oligo-Miosen di Cekungan Bogor masih didominer oleh gaya-gaya tarikan mengakibatkan sesar turun dengan Arah Meratus. Pada Miosen Awal dan juga Plistosen pada Cekungan Bogor bekerja gaya tekanan yang mengakibatkan sesar-sesar naik yang merupakan jalur anjakan-lipatan (thrust-fold belt) yang berarah Sumatra. Sistem sesar mendatar di Jawa Barat ternyata tidak dominan.

Waktu perpindahan busur magmatik di Jawa Barat adalah bersesuaian dengan waktu perpindahan arah gerakan lempeng samudra di Lautan Hindia. Tetapi gerak-gerak tektonik di daerah ini juga cenderung berhubungan dengan aktifitas pluton.

Perpindahan status Cekungan Bogor dari Cekungan Depan Busur Magmatik ke Cekungan Belakang Busur Magmatik pada Kala Oligo-Miosen, secara langsung mempengaruhi potensi minyakbumi cekungan ini, dari kurang baik menjadi cukup baik. Di Cekungan Bogor sendiri, horison yang paling menarik sebagai batuan induk minyak-bumi adalah Formasi Batuasih dan Formasi Bayah bagian bawah, sedangkan sebagai batuan reservoar adalah Formasi Bayah bagian atas yang terdiri dari pasir kwarsa. Perkembangan maksimal dari horison-horison ini berada di sebelah barat dan baratlaut
dari Sesar Cimandiri.

Perkembangan sesar-sesar naik di Jawa Barat bagian utara, yang merupakan daerah anjakanlipatan
(thrust-fold belt) dapat menutupi daerah prospektif di bawahnya.

 

Referensi:

Martodjojo, S. (2003): Evolusi Cekungan Bogor, Penerbit ITB, Bandung.